KOTAWARINGIN TIMUR – Kelompok Tani Mari Bertani/ Kelompok Tani Mari Bertani Kanaan desa Bajarau Kec Parenggean Kab Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, yang sudah lama melakukan aktivitas usaha Perkebunan Kelapa Sawit di wilayah itu. Kelompok Tani ini, dalam usaha Legalitasnya mendaftarkan ke Negara berupa, mengakta Notariskan badan usahannya. Notaris Retnanni Winahju, SH., M.Kn, kantor di jalan Cilik Riwut Nomor 3 Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur, tanggal 28 Juni 2016 Nomor 15, Pendirian Perkumpulan ‘Kelompok Tani Mari Bertani Kanaan’, selain itu dari Kemenkumham, nomor AHU – 0068773.AH.01.07.Tahun 2016.
Dalam perjalanannya, kelompok tani ini yang anggotanya mayoritas warga Transmigrasi sejak tahun 2000 telah mulai menggarap dan membuka lahan perkebunan yang saat ini masuk wilayah desa Bajarau yang sebelum masuk Parenggean. Aktivitas kelompok tani Mari Bertani Kanaan, bahkan sebelum adanya desa Bajaru kec Parenggean, Kotim. Baru dibentuk tanggal 30 Juli 2003 serta Kepala desanya diangkat Devitif tanggal 30 Desember 2003.
Jailani, warga desa Bajarau sekaligus juga sebagai Ketua Koperasi Hapakat Tualan dan ketua kelompok tani Tunas Mulia, di desanya itu (Desa Bajarau), menceritakan keberadaan kelompok Tani Mari Bertani / Kelompok Tani Mari Bertani Kanaan, memiliki lahan perkebunan Kelapa Sawit yang saat ini masuk diwilayah desa Bajaru, Kotim.
“Lahan kelompok tani Mari Bertani Kanaan ada sekitar 500 Hektar, dan itu ada sebelum desa Bajarau dibentuk secara Devinitif. Dan telah lama diusahakan oleh masyarakat, sejak itu, tidak ada masalah sampai saat ini sudah panen buah sawit, ” katanya.
Namun beberapa waktu lalu, Pengadilan Negeri (PN) Sampit, menerima gugatan Perdata, Masliana, warga Desa Brunang Miri, Kec Parenggean, Kotim, Kalimantan Tengah. Masliana, melalui kuasa hukumnya, Edward Saragih, SH, MH, menggugat kelompok tani Mari Bertani/Kelompok Mari Bertani Kanaan, dengan perkara perdata nomor : 20/Pdt.G/2022/PN.Smt.
Berdasarkan gugatannya, menyatakan bahwa memiliki sebidang tanah terletak dikiri kanan jalan loging PT Inhutani III Km 12 kearah simpang lima, sekarang sebelah kanan jalan PT Mustika Wijaya Indhu Tani III, sebelah kiri jalan PT TASK Kelurahan Bajaru Kec Parenggean, dengan ukuran Panjang kurang lebih 1.800 depa lebar kurang lebih 1400 depa, batas dahulu, Utara dengan jalan Masyarakat, Timur dengan jalan PT TASK, selatan dengan hutan dan Barat dengan jalan PT Mustika Wijaya Indah Indhu Tani III.
Pihaknya sebagai penggugat, menyampaikan kronologis dalam gugatannya, situasi saat ini dengan perbatasan tanah yang dimiliki Masliana, yaitu, utara dengan PT Makin Group, timur dengan jalan PT TASK, selatan dengan lahan masyarakat serta barat dengan jalan PT Mustika Wijaya Indah Indhu Tani III.
“Bahwa penggugat dengan bukti Surat Pernyataan Tanah berupa Segel tertanggal 23 Januari 1980, yang diketahui kepala desa Brunang Miri, Asnani Darman, dengan ukuran panjang kurang lebih 1800 depa lebar kurang lebih 1400 depa, kelurahan Bajarau Kec Parenggean, ” tulis Kuasa Hukum Masliana dalam gugatannya.
Diuraikan juga, tanah tersebut dengan luasaanya sudah memiliki titik koordinat gps, bahwa tanah hak milik penggugat berasal dari garapan Alm Darman, yang saat itu untuk berladang dengan isterinya dan anak – anak serta cucunya. Kemudian ditinggalkan Alm Darmawan dengan keluarganya pindah ke Kuala Pembuang, yang kemudian tanah tersebut diserahkan kepada Anang Kelana dan keluarganya yang masih tinggal di Kampung Rantau Jagung L Loy Pond PT Inhutani III, sesuai surat garapan tanah tertanggal 23 Januari 1980.
Dalam gugatan perdatanya ke PN Sampit, tanggal 13 April 2022, menuntut pihak tergugat (Kelompok Tani Mari Bertani/Kelompok Tani Mari Bertani Kanaan) kerugian Material dengan perhitungan harga tanah saat ini, 50 juta per hektar dikalikan luas total keseluruhannya tanah tersebut, 429 Hektar dikali 50 juta dengan total 21, 450 Milyar (Dua Puluh Satu Milyar Empat Ratus Lima Puluh Juta Rupiah).
Kerugian imateriil, bahwa apabila digarap pihak Penggugat, akan menghasilkan 2, 2 Ton (2200 Kg) getah/karet tiap kali panen dengan harga getah perkilo sebesar Rp 1500 (Seribu Lima Ratus Rupiah), dan penggugat tidak menikmati hasil tanah tersebut selama kurang lebih 42 tahun, yakni dari Januari 1980 hingga diajukan April 2022 ke PN Sampit.
Perhitungan kerugian imateriil, 2X2200 kg X Rp 1500 = Rp 6.600.000, - X 42 Tahun = Rp. 277.200.000, - (Dua Ratus Tujuh Puluh Tujuh Juta Dua Ratus Ribu Rupiah), namun pihak penggugat dalam uraian gugatan, menyatakan pihak tergugat tidak menghormati/menghargai, membulatkan nilai kerugian imateriil sebesar 1 Milyar Rupiah.
Sriyanto, tergugat II dari Kelompok Tani Mari Bertani, menilai gugatan yang telah berjalan selama ini di PN Sampit, sangat janggal dan banyak tidak sesuai fakta di lapangan. Hal itu, menurutnya dapat dilihat pada surat yang jadi dasar utama pihak penggugat, mengajukan gugatannya ke PN Sampit, surat pernyataan berupa Segel tahun 1980. Serta ditambahkan juga olehnya, berdasarkan Surat Izin Bupati Kotawaringin Timur, tanggal 25 Mei 2008/2009, kepada PT Tunas Agro Subur Kencana (PT TASK I), membuktikan bahwa keberadaan jalan tersebut, dapat dilihat sampai saat ini masih ada plang berdiri, itupun pembukaan jalan dengan bekerjasama Kelompok Tani Mari Bertani, di tahun tersebut.
“Sebenarnya status gugatan itu NO (Niet Ontvankelijke Verklaard), karena bukan pada tempat objek perkaranya, yaitu di Desa Brunang Miri dan Objek tanah di desa Bajarao, kecamatan Parenggean. Kejanggalan lainnya juga banyak ditemukan dalam gugatan mereka, seperti batas – batas tanah yang saat itu tidak ada, ” kata Sriyanto kepada media ini, (21/8).
Seperti batas - batas tanah yang disampaikan dalam gugatan penggugat, bahwa jalan Inhutani III pada tahun 1980. Saat tahun – tahun itu tidak ada beroperasi PT Inhutani III dan PT TASK . Dan juga , penggugat mengklaim dengan surat Segel tertanggal 23 Januari 1980, yang diketahui Asnawi Darman dengan Panjang 1800 depa lebar 1400 depa, hanyalah pengakuan sepihak saja oleh yang bersangkutan, karena hanya bertindak secara pribadi bukan sebagai kepala desa.
“Asnawi Darman sebatas seorang pribadi, bukan sebagai kepala desa, sedangkan tanah berdasarkan surat yang diajukan penggugat berupa segel tahun 1980, dibuat di desa Brunang Miri, yang artinya surat tersebut berlaku di Wilayah Brunang Miri, tidak berlaku di Wilayah desa lain khususnya desa Bajarau ataupun Parenggean, " imbuhnya.
Seharusnya Asnani Darman selaku penggarap melaporkan kepemilikannya ke desa Bajarau atau Parenggean, sehingga bisa terdata serta terinvetarisir di buku desa. Sehingga iini tentunya bagi desa Bajarau ataupun Parenggean tidak berkepentingan dengan surat pernyataan tanah itu, karena diluar desa Bajarau atau Parenggean yang notebenenya di desa Brunang Miri.
Kejanggalan lainnya, yang dirasa sangat tidak masuk akal seperti, bahwa tanah yang berupa surat pernyataan (Segel) tahun 1980, telah memiliki titik koordinat gps. Hal itu menurutnya, pada masa – masa itu tidak ada teknologi gps untuk menitik batas – batas tanah, tentunya ini adanya dugaan pemaksaan pembuktian surat yang hanya berupa segel, yang seharus apabila mereka benar memiliki tanah itu, akan melakukan peningkatan surat ke aparat pemerintah, baik desa dan kecamatan agar bisa di Invetarisir keberadaannya, apalagi melihat total luas tanah surat itu sangat luas, 728, 28 hektar bukan seperti disampaikan dalam gugatan 429 hektar.
“Kami dari proses awal pengarapan lahan hingga proses penerbitan surat dari Kepala Desa Bajarau, sudah dilaksanakan, baik melalui seleksi garapan enam bulan, apabila garapan terpenuhi barulah mendapatkan surat tanah dari desa dan kecamatan. Hal ini juga kami buktikan berdasarkan UU Pertanahan, yaitu pembuktian garapan, adanya tanam tumbuh dan saksi – saksi perwatasan ada sampai saat ini, ” tegasnya lagi.
Sriyanto, mewakili seluruh anggota yang tergabung dalam Kelompok tani Mari Bertani / Mari bertani Kanaan, sebenarnya menolak secara pribadinya, apa yang semua disampaikan pihak penggugat ke Majelis Hakim PN Sampit, Kotim. Tetapi dia tetap mengikuti proses hukum yang masih berjalan sesuai aturan dan perundang undangan yang berlaku di Negara ini. Harapannya, apa yang selama ini di Programkan pemerintah, yaitu pemanfaatan sumber daya alam bagi masyarakat, dalam hal itu penguatan ekonomi, dengan pemanfaatan lahan /tanah yang tidak dimanfaatkan untuk bisa digunakan sebagai menunjang perekonomian keluarga, daerah bahkan Negara.
“Kami yakin Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sampit, bisa melihat fakta sebenarnya, karena kami yang tergabung dalam Kelompok Tani Mari Bertani/ mari bertani Kanaan, sudah melalui mekanimisme administrasi Negara, dan tiap tahun kami membayarkan pajak bumi dan Pph, bukti kami sebagai warga Negara Indonesia, yang taat akan aturan, ” jelas Sriyanto.
Pengadilan Negeri Sampit, dalam agenda selanjutnya, tanggal 26 Agustus 2022 akan melaksanakan sidang lapangan, untuk melihat langsung objek yang disengketakan. Pada sidang ini, mempunyai nilai yang bisa menghasilkan putusan nanti, apa sesuai seperti apa yang disampaikan dalam gugatan dan dalil – dalil penggugat maupun penggugat.(IG)